Prosedur Pendirian Badan Sertifikasi

Senin, 05 Juni 2017

Lembaga Pendidikan Non Formal (LPNF) merupakan salah satu bentuk pendidikan di Indonesia yang diakui dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (“UU Sisdiknas”). LPNF diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Fungsi dari PNF adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik dengan menekankan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
Bentuk-bentuk LPNF antara lain meliputi:
  1. Lembaga kursus dan pelatihan (LKP);
  2. Kelompok belajar;
  3. Pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM);
  4. Majelis taklim;
  5. Pendidikan anak usia dini (PAUD) jalur non formal;
  6. Rumah pintar;
  7. Balai belajar bersama; dan
  8. Lembaga bimbingan belajar (bimbel).
Langkah-langkah untuk mendirikan lembaga pendidikan non formal (LPNF):
Anda perlu membentuk wadah yang sesuai dalam menjalankan lembaga kursus anda.
Dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 81 Tahun 2013 tentang Pendirian Satuan Pendidikan Non Formal (“Permendikbud 81/2013”) diatur bahwa satuan LPNF dapat didirikan oleh orang perseorangan, kelompok orang, dan/atau badan hukum.

Syarat Administratif Lembaga Pendidikan Non Formal

Persyaratan administratif dan teknis yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:
  1. Identitas pendiri satuan LPNF yang berupa fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan Kartu Keluarga (KK).
  2. Akta pendirian badan hukum dan surat pengesahan badan hukum dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
  3. Susunan serta rincian tugas dari masing-masing pengurus, tenaga pendidik, dan tenaga kependidikan.
  4. Surat Keterangan Domisili dari kelurahan dan/atau kecamatan setempat.
  5. Jika berbentuk badan hukum, anda juga bisa melampirkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Badan dari PT anda.
  6. Keterangan kepemilikan atau kuasa penggunaan tempat yang akan menjadi tempat pembelajaran minimal selama 3 (tiga) tahun. Dokumen yang menerangkan kepemilikan ini berupa sertifikat kepemilikan, Izin Mendirikan Bangunan (IMB), peta lokasi atau denah ruangan, perjanjian sewa menyewa tanah/bangunan (jika menyewa), dan Undang-Undang Gangguan (UUG atau HO). Lahan dari lokasi tempat kegiatan belajar mengajar ini setidaknya 100 m2. Untuk tempat pembelajaran ini, anda perlu menyiapkan setidaknya 3 (tiga) ruangan yang peruntukannya masing-masing untuk ruang kelas, ruang tenaga pendidik atau guru, dan ruang administrasi tata usaha dengan rasio masing-masing 6×6 m2. Akan lebih baik juga jika anda bisa menyediakan ruang lainnya seperti ruang perpustakaan, ruang ibadah, dan ruang toilet.
  7. Dokumen Rencana Pengembangan Satuan Pendidikan yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan. Dokumen ini merupakan rencana kurikulum pendidikan yang akan dijalankan oleh satuan PNF tersebut.
  8. Dokumen terkait antara lain seperti fotokopi ijazah pimpinan yang sudah dilegalisasi (jika ingin mendirikan PKBM).
Seluruh persyaratan administratif dan teknis diatas anda, sebagai pendiri satuan LPNF, serahkan saat mengajukan surat permohonan pendirian satuan pendidikan non formal (LPNF) kepada Kepala Suku Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota setempat. Setelah itu anda perlu menunggu sekitar 30 (tiga puluh) hari kerja untuk verifikasi dan pemberian persetujuan atau penolakan atas permohonan yang telah anda ajukan.
Jika permohonan anda diterima, anda akan memperoleh Izin Pendirian Satuan Pendidikan Non Formal sebagai legalitas bagi operasional satuan LPNF anda. Saat anda memperoleh Izin Pendirian Satuan LPNF, anda juga akan memperoleh Nomor Induk Satuan Pendidikan Non Formal.

LPNF juga memerlukan adanya akreditasi sesuai Pasal 86 juncto Pasal 87 ayat (1) PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (“PP 19/2005”). Akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan program dan/atau satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Adanya akreditasi ini bertujuan sebagai upaya penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan sesuai Standar Nasional Pendidikan yang dilakukan melalui penilaian (assessment) yang objektif, transparan, dan berkelanjutan atas kelayakan suatu program dan satuan LPNF. Akreditasi untuk LPNF dilakukan di bawah Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Non Formal (BAN-PNF). Untuk mendapatkan akreditasi, anda perlu mengajukan proposal permohonan akreditasi yang ditujukan kepada Ketua Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Non Formal (BAN-PNF), mengisi formulir yang disediakan, dan melampirkan dokumen persyaratan antara lain akta pendirian dan surat pengesahan badan hukum, Izin Pendirian Satuan Pendidikan Non Formal, dan dokumen 8 (delapan) standar. Kedelapan standar dimaksud meliputi:
  1. Standar Kompetensi Lulusan (SKL) atau capaian pembelajaran lengkap dengan dokumen penetapannya.
  2. Standar isi meliputi antara lain fotokopi jenis program pendidikan yang diselenggarakan, kurikulum terbaru yang dibuat satuan LPNF, fotokopi pedoman pelaksanaan dan evaluasi kurikulum, serta fotokopi perbandingan jumlah jam belajar untuk tiap program pendidikan.
  3. Standar proses meliputi silabus, RPP setiap mata pelajaran yang dibuat dan ditandatangani pendidik serta diketahui pimpinan satuan LPNF tersebut, daftar hadir peserta didik, dan daftar hadir pendidik.
  4. Standar pendidik dan tenaga kependidikan meliputi daftar tenaga pendidik dan daftar tenaga kependidikan, termasuk CV, ijazah terakhir, sertifikat kompetensi, sertifikat pelatihan lainnya, dan surat pengangkatan yang bersangkutan.
  5. Standar sarana dan prasarana meliputi daftar dan foto jenis sarana pada seluruh ruangan, daftar dan foto jenis peralatan belajar, daftar dan foto jenis bahan ajar, bukti status kepemilikan gedung, daftar jenis prasarana lembaga, dan bukti prasarana listrik.
  6. Standar pengelolaan meliputi antara lain portfolio pimpinan satuan LPNF (CV, ijazah terakhir, sertifikat kompetensi, dan sertifikat pelatihan lainnya), dokumen visi misi dan tujuan serta sosialisasinya, fotokopi rencana kerja 5 (lima) tahun, bukti legalitas dari satuan LPNF tersebut (akta, surat pengesahan badan hukum, dan NPWP badan), foto papan nama, fotokopi rekening bank dari LPNF, dokumen uraian tugas pengurus, bukti kerjasama dengan pihak mitra, jadwal kegiatan rutin, berkas laporan tahunan untuk setiap program layanan, dan daftar peserta didik per program layanan.
  7. Standar pembiayaan meliputi bukti rencana pengembangan pendanaan, CV staf administrasi keuangan, fotokopi jenis dokumen administrasi keuangan (rekening bank, buku kas, buku kas harian, dan dokumen keuangan lainnya), serta fotokopi laporan keuangan.
  8. Standar penilaian pendidikan meliputi antara lain panduan penilaian, soal mata pelajaran atau materi tugas peserta didik, dokumen nilai hasil belajar, daftar lulusan, serta fotokopi tanda penghargaan yang diperoleh pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik di tingkat internasional, regional, nasional, dan/atau lokal.
Masa berlaku status akreditasi setiap satuan LPNF adalah 5 (lima) tahun. Setelah itu anda dapat mengajukan permohonan kembali untuk diakreditasi (re-Akreditasi). Permohonan re-Akreditasi diajukan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya masa berlaku status akreditasi dari satuan LPNF anda. Jika hingga 3 (tiga) bulan sejak berakhirnya masa status akreditasi tersebut anda belum juga mengajukan permohonan re-Akreditasi, maka status akreditasi tersebut dinyatakan berakhir.


lanjut materi 3

UU Hak Cipta

Selasa, 25 April 2017

Undang – undang adalah peraturan. Peraturan Perundang – undangan yang dibentuk oleh (DPR) dengan persetujuan bersamaPresiden. Undang-undang memiliki kedudukan sebagai aturan main bagi rakyat untuk konsolidasi posisi politik dan hukum, untuk mengatur kehidupan bersama dalam rangka mewujudkan tujuan dalam bentuk Negara. Undang-undang dapat pula dikatakan sebagai kumpulan-kumpulan prinsip yang mengatur kekuasaan pemerintah, hak rakyat, dan hubungan di antara keduanya.
                Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak cipataan maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan – pembatasan menurut peraturan perundang – undangan yang berlaku (berdasarkan rumusan pasal 1 UHC Indonesia).
                Hak cipta tidak dapat dilakukan dengan penyerahan secara nyata karena ia bersifat manunggal dengan penciptanya dan bersifat tidak berwujud penjelasannya pada pasal 4 ayat 1 UHC Indonesia.
                Menurut Undang-undang Hak Cipta No.19 Tahun 2002, “Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.”
“Ciptaan adalah hasil setiap karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra.”

              Sejarah Undang – Undang Hak Cipta
                Undang-undang hak cipta yang berlaku di Indonesia adalah UU No. 19 Tahun 2002, yang sebelumnya UU ini berawal dari UU No. 6 Tahun 1982 menggantikan Auteurswet 1982. Undang-undang ini dikeluarkan sebagai upaya pemerintah untuk merombak sistem hukum yang ditinggalkan oleh Pemerintah Hindia Belanda kepada suatu  sistem hukum yang dijiwai falsafah Negara Indonesia, yaitu Pancasila.
                Pekerjaan membuat satu perangkat materi hukum yang sesuai dengan hukum yang di cita - citakan bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Undang-Undang hak cipta 1982 yang diperbaharui dengan UU No. 7 Tahun 1987 dan diperbaharui lagi dengan UU No. 12 Tahun 1997, terakhir dengan UU No. 19 Tahun 2002. Batasan tentang apa saja yang dilindungi sebagai hak cipta, dijelaskan pada rumusan pasal 12 Undang-Undang Hak Cipta (UHC) Indonesia.

Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta membuat beberapa ketentuan baru antara lain;

  •   Database merupakan salah satu ciptaan yang dilindungi.

  •   Penggunaan alat apapun, baik melalui kabel maupun tanpa kabel, termasuk media internet, untuk memutar produk-produk cakram optik (optical disk) melalui media audio, media audio visual dan/atau sarana telekomunikasi.

  •   Hak cipta itu sendiri dibagi menjadi dua yaitu sebagai berikut;

1.       Hak Ekonomi (Ekonomi Fights)
2.       Hak Moral ( Moral Fights)

Fungsi dan Sifat UHC Indonesia

  •   Tujuan utama (fungsinya) yaitu melindungi secara hukum para penemu/pemegang Hak Cipta.

  •   Tujuan serta sifat UHC Indonesia telah tertuang pada pasal 2 sampai dengan pasal 9

Persyaratan Pendaftaran Hak Cipta
Persyaratan yang dikirimkan

  •   Foto copy transfer bukti pembayaran satu lembar

  •   Legalisir foto copy KTP dua lembar

  •  Surat pernyataan penggunaan nama samaran
  •   Surat izin penggunaan foto (jika mencantumkan foto dalam karya anda)
  •   Formulir pendaftaran rangkap dua
  •   Dua lembar print out karya
  •   Dua buah CD berisi file karya dan data diri anda

Tata cara penerbitan

  •   Daftar karya anda ke hak cipta

  •   Kirimkan karya ke penerbit yang berisi:
            Print out satu lembar dan satu buah CD berisi :Naskah, Biodata, Kata pengantar/special to (jika ada) 

Tata Cara pendaftaran Hak Cipta:
  •   Pembayaran permohonan hak cipta atas karya sebesar Rp.75.000,- melalui transfer ke no rekening BNI 19718067 a/n DITJEN HAKI. Bukti tranfernya difoto copy. Legalisir  foto copy KTP dua lembar.
  •   Bila anda menggunakan nama samaran dalam karya anda sertakan surat pernyataan bahwa anda menggunakan nama samaran dan cantumkan juga nama asli anda sesuai KTP.
  •   Bila anda mencantumkan foto dalam karya anda sertakan surat pernyataan bahwa anda memberikan ijin untuk penggunaan foto tersebut sesuai dengan keperluan.
  •   Kunjungi situs www.dgip.go.id   
  •   klik hak cipta dan print out formulir pendaftaran lalu isi lengkap formulir (diketik)
  •   Print out karya anda sebanyak dua kali ( jilid buku) dan simpan karya juga data diri anda dalam bentuk CD, sebanyak dua buah CD
  •   Kirimkan persyaratan dibawah ini kepada :
DITJEN HAKI (Untuk Direktur Hak Cipta)
Jl. Daan Mogot KM 24 Tanggerang 15119 Banten
Catatan : Hak cipta secara resmi baru bisa dikeluarkan setelah 9 bulan semenjak pendaftaran.

Sanksi Pelanggaran
  •   Di dalam Undang-Undang Hak Cipta juga di atur tentang pembebanan denda dan pengganjaran hukuman penjara sebagai sanksi pidana atas setiap pelanggaran terhadap Hak Cipta.
  •   Pada Undang-Undang R.I. No.19 tahun 2002, terjadi perubahan yang cukup signifikan yang menyangkut sanksi pidana tersebut. Kalau pada Undang-Undang Hak Cipta No.12 tahun 1997 yang lalu, sanksi pidana hanya menentukan pidana penjara maksimal 5 (lima) tahun tanpa hukuman minimal, tapi pada Undang-Undang yang baru ini telah ditentukan hukuman minimal atau singkat 1 (satu) bulan penjara dan maksimal 7 (tujuh) tahun penjara serta denda sebesar 5 (lima) milyar rupiah.


Hal-  hal  perilaku yang anda harus hindari agar tidak terkena sanksi pelanggaran
  •   Tidak melakunan tindakan mengurangi dan menambah hasil ciptaan orang lain.
  •   Tidak melakukan pengkopian.
  •   Tidak melakukan penyiaran, memamerkan, mendengarkan (mencuri dengar), serta memasarkan (menjual) hasil karya/cipa orang lain tanpa seizin pembuatan/pencipta.
  •   Hindari pencontoh model.
  •   Hindari pengakuan ( yaitu hasil cipta orang lain diatasnamakan diri kita sendiri).
Langkah- langkah proaktif dan preventif penanggulangan pelanggaran hak cipta adalah sebagai berikut;
  •   Mendaftarkan karya cipta tersebut meskipun hak cipta dapat diperoleh secara otomatis ketika suatu ciptaan diciptakan, tetapi dengan adanya sertifikat yang mendukung, maka ciptaan akan menjadi semakin kuat secara hukum.
  •   Bila produk tersebut dijual kepasar, perlu dilakukan suatu kegiatan pemasaran yang aktif agar masyarakat mengetahui siapa pemilik hak cipta dari ciptaan tersebut.
  •   Selalu aktif memantau kegiatan pemasaran, mulai dari target pasar sampai pada kebutuhan pasar akan ciptaan tersebut.
  •   Mengambil tindakan jika mengetahui adanya pelanggaran, mulai dari memberikan teguran, peringatan, sampai pada gugatan jika memang diperlukan.

Sumber:
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta

Lanjut Materi 3 

PROFESI DAN PROFESIONALISME

Selasa, 14 Maret 2017

Hasil gambar untuk ciri-ciri profesionalisme dan kode etik profesional

Pengertian Profesi
Profesi adalah kata serapan dari sebuah kata dalam bahasa Inggris “Profess”, yang dalam bahasa Yunani adalah “Επαγγελια”, yang bermakna: “Janji untuk memenuhi kewajiban melakukan suatu tugas khusus secara tetap/permanen”.

Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut. Berikut ini merupakan beberapa contoh profesi :
a. bidang hukum
b. kedokteran
c. keuangan
d. militer
e. teknik
f. desainer

Pekerjaan tidak sama dengan profesi. Istilah yang mudah dimengerti oleh masyarakat awam adalah: sebuah profesi sudah pasti menjadi sebuah pekerjaan, namun sebuah pekerjaan belum tentu menjadi sebuah profesi. Profesi memiliki mekanisme serta aturan yang harus  dipenuhi sebagai suatu ketentuan, sedangkan kebalikannya, pekerjaan tidak memiliki aturan yang rumit seperti itu. Hal inilah yang harus diluruskan di masyarakat, karena hampir semua orang menganggap bahwa pekerjaan dan profesi adalah sama.

Karakteristik Profesi

  1. Keterampilan yang berdasar pada pengetahuan teoritis: Profesional diasumsikan mempunyai pengetahuan teoritis yang ekstensif dan memiliki keterampilan yang berdasar pada pengetahuan tersebut dan bisa diterapkan dalam praktik
  2. Asosiasi Profesional: Profesi biasanya memiliki badan yang diorganisasi oleh para anggotanya, yang dimaksudkan untuk meningkatkan status para anggotanya. Organisasi profesi tersebut biasanya memiliki persyaratan khusus untuk menjadi anggotanya.
  3. Pendidikan yang ekstensif: Profesi yang prestisius biasanya memerlukan pendidikan yang lama dalam jenjang pendidikan tinggi.
  4. Ujian Kompetensi: sebelum memasuki organisasi profesional, biasanya ada persyaratan untuk lulus dari suatu tes yang menguji terutama pengetahuan teoritis.
  5. Pelatihan intitutional: Selain ujian, juga biasanya dipersyaratkan untuk mengikuti pelatihan institusional dimana calon profesional mendapatkan pengalaman praktis sebelum menjadi anggota penuh organisasi. Peningkatan keterampilan melalui pengembangan profesional juga dipersyaratkan.
  6. Lisensi: Profesi menetapkan syarat pendaftaran dan proses sertifikasi sehingga hanya mereka yang memiliki lisensi bisa dianggap bisa dipercaya.
  7. Otonomi kerja: Profesional cenderung mengendalikan kerja dan pengetahuan teoritis mereka agar terhindar adanya intervensi dari luar.
  8. Kode etik: Organisai profesi biasanya memiliki kode etik bagi para anggotanya dan prosedur pendisiplinan bagi mereka yang melanggar aturan.
  9. Mengatur diri: Organisasi profesi harus bisa mengatur organisasinya sendiri tanpa campur tangan pemerintah. Profesional diatur oleh merek yang lebih senior, praktisi yang dihormati, atau mereka yang berkualitas paling tinggi.
  10. Layanan Publik dan Altruisme: diperolehnya penghasilan dari kerja profesinya dapat dipertahankan selama berkaitan dengan kebutuhan publik, seperti layanan dokter berkontribusi terhadap kesehatan masyarakat.
  11. Status dan imbalan yang tinggi: Profesi yang paling sukses akan meraih status yang tinggi, prestise, dan imbalan yang layak bagi para anggotanya. Hal tersebut bisa dianggap sebagai pengakuan terhadap layanan yang mereka berikan bagi masyarakat.
PROFESIONALISME

Profesionalisme (profésionalisme) ialah sifat-sifat (kemampuan, kemahiran, cara pelaksanaan sesuatu dan lain-lain) sebagaimana yang sewajarnya terdapat pada atau dilakukan oleh seorang profesional. Profesionalisme berasal daripada profesion yang bermakna berhubungan dengan profesion dan memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya, (KBBI, 1994). Jadi, profesionalisme adalah tingkah laku, kepakaran atau kualiti dari seseorang yang profesional (Longman, 1987).

CIRI-CIRI PROFESIONALISME
Seseorang yang memiliki jiwa profesionalisme senantiasa mendorong dirinya untuk mewujudkan kerja-kerja yang profesional. Kualiti profesionalisme didokong oleh ciri-ciri sebagai berikut:
1. Keinginan untuk selalu menampilkan perilaku yang mendekati piawai ideal.
Seseorang yang memiliki profesionalisme tinggi akan selalu berusaha mewujudkan dirinya sesuai dengan piawai yang telah ditetapkan. Ia akan mengidentifikasi dirinya kepada sesorang yang dipandang memiliki piawaian tersebut. Yang dimaksud dengan “piawai ideal” ialah suatu perangkat perilaku yang dipandang paling sempurna dan dijadikan sebagai rujukan.
2. Meningkatkan dan memelihara imej profesion
Profesionalisme yang tinggi ditunjukkan oleh besarnya keinginan untuk selalu meningkatkan dan memelihara imej profesion melalui perwujudan perilaku profesional. Perwujudannya dilakukan melalui berbagai-bagai cara misalnya penampilan, cara percakapan, penggunaan bahasa, sikap tubuh badan, sikap hidup harian, hubungan dengan individu lainnya.
3. Keinginan untuk sentiasa mengejar kesempatan pengembangan profesional yang dapat meningkatkan dan meperbaiki kualiti pengetahuan dan keterampiannya.
4. Mengejar kualiti dan cita-cita dalam profesion
Profesionalisme ditandai dengan kualiti darjat rasa bangga akan profesion yang dipegangnya. Dalam hal ini diharapkan agar seseorang itu memiliki rasa bangga dan percaya diri akan profesionnya.
KODE ETIK PROFESIONAL
Kode etik profesi merupakan norma yang ditetapkan dan diterima oleh sekelompok profesi, yang mengarahkan atau memberi petunjuk kepada anggotanya bagaimana seharusnya berbuat dan sekaligus menjamin mutu profesi itu dimata masyarakat.
Apabila anggota kelompok profesi itu menyimpang dari kode etiknya, maka kelompok profesi itu akan tercemar di mata masyarakat. Oleh karena itu, kelompok profesi harus mencoba menyelesaikan berdasarkan kekuasaannya sendiri. Kode etik profesi merupakan produk etika terapan karena dihasilkan berdasarkan penerapan pemikiran etis atas suatu profesi.

Kode etik profesi dapat berubah dan diubah seiring perkembangan zaman. Kode etik profesi merupakan pengaturan diri profesi yang bersangkutan, dan ini perwujudan nilai moral yang hakiki, yang tidak dipaksakan dari luar.
Kode etik profesi hanya berlaku efektif apabila dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai yang hidup dalam lingkungan profesi itu sendiri. Setiap kode etik profesi selalu dibuat tertulis yang tersusun secara rapi, lengkap, tanpa catatan, dalam bahasa yang baik, sehingga menarik perhatian dan menyenangkan pembacanya. Semua yang tergambar adalah perilaku yang baik-baik.
Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari.
Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional.
Sifat Kode Etik Profesional
Sifat dan orientasi kode etik hendaknya:
1.  Singkat;
2.  Sederhana;
3.  Jelas dan Konsisten;
4.  Masuk Akal;
5.  Dapat Diterima;
6.  Praktis dan Dapat Dilaksanakan;
7.  Komprehensif dan Lengkap, dan
8.  Positif dalam Formulasinya.

 Orientasi Kode Etik hendaknya ditujukan kepada:
1.  Rekan,
2.  Profesi,
3.  Badan,
4.  Nasabah/Pemakai,
5.  Negara, dan